Latar
Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di
dunia yang mempunyai wilayah pantai dan laut yang cukup luas .
Memiliki sekitar 17.508 pulau besar dan kecil dengan luas wilayah
laut sekitar 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai
sekitar 81.000 km (Dahuri, 2000) serta 472 sungai besar dan sungai kecil
(Departemen Kehutanan, 1999).
Pada muara-muara sungai terbentuk ekosistem estuaria yang merupakan percampuran air tawar dan air
laut yang menjadikan wilayah ini unik dengan terbentuknya air payau dengan
salinitas yang berfluktuasi. Perbedaan salinitas mengakibatkan
terjadinya lidah air tawar dan pergerakan massa di muara. Aliran
air tawar dan air laut yang terus menerus membawa mineral, bahan organik, serta
sedimen dari hulu sungai ke laut dan sebaliknya dari laut ke muara. Unsur
hara ini mempengaruhi produktivitas wilayah perairan muara. Karena itu,
produktivitas muara lebih tinggi dari produktivitas ekosistem laut lepas dan
perairan tawar.
Salah
satu daerah yang berlumpur adalah daerah estuary. Di daerah berlumpur ini juga
ternyata masih banyak organisme yang dapat hidup. Oleh karena itu makalah ini
disusun untuk mengetahui bagaimana adaptasi makhluk hidup khususnya bentos di
daerah berlumpur ini.
Makrozoobentos
Hewan
yang hidup di dasar
perairan adalah makrozoobentos. Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok
terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai
organisme kunci dalam jaring makanan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang
terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran.
Dengan adanya kelompok bentos yang hidup menetap (sesile) dan daya
adaptasi bervariasi terhadap kondisi lingkungan, membuat hewan bentos seringkali
digunakan sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air. Jika ditemukan limpet
air tawar, kijing, kerang, cacing pipih siput memiliki operkulum dan siput
tidak beroperkulum yang hidup di perairan tersebut maka dapat
digolongkan kedalam
perairan yang berkualitas sedang (Pratiwi dkk, 2004).
Makrobentos memiliki peranan
ekologis dan struktur spesifik dihubungkan dengan makrofita air yang merupakan
materi autochthon. Karakteristik dari masing-masing bagian makrofita akuatik
ini bervariasi, sehingga membentuk substratum dinamis yang komplek yang
membantu pembentukan interaksi-interaksi makroinvertebrata terhadap kepadatan
dan keragamannya sebagai sumber energi rantai makanan pada perairan akuatik.
Menurut Welch (1980), kecepatan
arus akan mempengaruhi tipe substratum, yang selanjutnya akan berpengaruh
terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobentos. Habitat danau yang
bercirikan dangkal dan kaya kandungan nutrien mampu mendukung keanekaragaman
makrobentos. Keanekaragaman yang tidak beda disebabkan sedimen danau merupakan
habitat alami bagi berbagai jenis makrobentos untuk menghabiskan seluruh atau
sebagian dari siklus hidupnya di dasar perairan. Fauna bentik ini makan deposit
organik dari detritus eceng gondok, bakteri dan jamur yang melekat pada detritus.
Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi
komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan biologi perairan.
Sifat fisik perairan seperti pasang surut, kedalaman, kecepatan arus, warna,
kekeruhan atau kecerahan dan suhu air. Sifat kimia perairan antara lain,
kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi
yang berpengaruh adalah komposisi jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah
produsen yang merupakan sumber makanan bagi hewan bentos dan hewan predator
yang akan mempengaruhi kelimpahan bentos (Setyobudiandi, 1997).
Bentos adalah organisme-organisme yang hidup pada dasar perairan
(Ramli, 1989). Menurut Odum (1993) bentos adalah organisme yang melekat atau
beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan. Berdasarkan ukurannya,
hewan bentos yang tersaring dengan saringan bentos berukuran 0,5 mm disebut
makrobentos (Setyobudiandi, 1997).
Keberadaan hewan bentos pada
suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik
maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen,
yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos dan interaksi
spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas.
Adapun faktor abiotik adalah fisika kimia air yang diantaranya suhu, arus,
oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta
kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar.
Zoobentos adalah hewan yang melekat atau beristirahat pada dasar atau
hidup di dasar endapan (Odum, 1993). Hewan ini merupakan organisme kunci dalam
jaring makanan karena dalam sistem perairan berfungsi sebagai pedator,
suspension feeder, detritivor, scavenger dan parasit. Makrobentos merupakan
salah satu kelompok
penting dalam ekosistem perairan. Pada umumnya mereka hidup sebagai suspension
feeder, pemakan detritus, karnivor atau sebagai pemakan plankton.
Berdasarkan cara makannya, makrobentos dikelompokkan menjadi 2:
a.
Filter feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dengan menyaring air.
b.
Deposit feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dalam substrat dasar.
Kelompok pemakan bahan tersuspensi (filter feeder) umumnya
tedapat dominan disubstrat berpasir misalnya moluska-bivalvia, beberapa jenis echinodermata dan crustacea.
Sedangkan pemakan deposit banyak tedapat pada substrat berlumpur seperti jenis
polychaeta.
Berdasarkan keberadaannya di perairan, makrobentos digolongkan menjadi
kelompok epifauna, yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar
perairan, sedangkan hewan bentos yang hidup didalam dasar perairan disebut
infauna. Tidak semua hewan dasar hidup selamanya sebagai bentos pada stadia
lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos yang mendiami daerah dasar misalnya,
kelas polychaeta, echinodermata dan moluska mempunyai stadium larva yang
seringkali ikut terambil pada saat melakukan pengambilan contoh plankton.
The Benthos encloses the communities of plants and
animals that live permanently in or on soft and rocky bottoms.
a.
Psammon (sandy soft substrate): Along exposed gravel and sandy
shores of the sublitoral, waves produce an unstable benthic environment. Few
plants can attach to the shifting substrate, and therefore few grazing animals
are found. When currents deposit sand in quiet coves and bays, the habitat is
more stable. Here, the size and shape of the sediment particles and the organic
content of the sediment determine the quality of the environment. The size of
spaces between particles regulate the flow of water and the availability of
dissolved oxygen, thus enabling the establishment of mesofauna. Such
communities made up of microscopic plants and animals live in-between the
grains of sand along sea shores and at the bottoms of the oceans.
Most sand and mud animals are detritus feeders, and most
detritus is former plant material that is gradually degraded by bacteria and
fungi.
Lancelets of the phylum acrania, include one
characteristic species, the Branchistoma lanceolata. This is a
hydro-dynamically shaped organisms that can swim, but usually lies buried in
sand with only the anterior-ventral end protruding outward. Its elongated body
with tapering ends, is compressed from side to side, has small median fins and
a pair of lateral finlike metapleural folds. Swimming and burrowing are
accomplished by the contraction of the myomeres. It feeds by pumping water into
the mouth through the oral hood, whose edges bear a series of delicate cirri,
that act as a strainer and exclude larger particles, while filtering minute
suspended food particles out of the water. The mouth is located in the center
of a transverse portion known as the velum. Water in the pharynx escapes into
an atrium through 100 or more pharyngeal slits. Larger particles continue
posteriorly, whereas small ones are deflected into the midgut cecum. As this
mass is passed down the gut and rotated by ciliary action it is degraded
further by enzymatic reaction. Fecal material is discharged through the
posteriorly located anus. Absorbed nutrients are distributed by a circulatory
system. Although no heart is present, hemolymph is propelled by the contraction
of the arteries. Apart from excretion via diffusion, excretory organs are
segmentally arranged in groups of protonephridic solenocytes that lie in the
dorsal coelomic canal. The nervous system consists of a tubular nerve cord
located dorsally to the notochord.
Brachistoma lanceolata
Nematods constitute a phylum of widespread
and abundant animals. They occur in enourmus numbers in the interstitial spaces
of marine bottom sediments. These animals are usually elongated, radially
symmetrical with tapered ends. This threadlike, minute size enables them to
progress through the sand grains by whipping and undulatory movements. The
thick, complex, collagen cuticle is composed of several layers and is shed up
to four times in its life. Unlike the exoskeleton of arthropods, the nematode
cuticle grows between molts.
Nematods + Microhedylidae
The echinoids (sand dollars - phylum echinodermata)
feed on detritus particles found between the sand grains. Holothuria
(sea cucumbers) which as echinoids belong to the same phylum echinodermata, do
so as well. Sea cucumbers are found wedged in cracks and crevices as well as on
the flat sandy benthos. Some burrowing sea cucumbers purify the sand that is
high in organic detritus which supports a large quantity of bacteria.
Endofauna in situ
Most burrowing lamellibranchs (phylum bivalves)
inhabit sandy bottoms. To reduce the intake of sediments, siphonal extensions
of the mantle that are separated into an inhalant and exhalant openings, are
yet another adaptation.
Polychatea are the dominating group among
annelids in any sandy substrate. They reflect metamerism (segmentation of the
trunk); i.e. neither prostomium (mouth & head), nor the pygidium carrying
the anus, are segmented. Polychaets bear paired parapodia on each segment.
Although these can vary in shape and size, each is composed of a dorsal
notopodium and a ventral neuropodium, both containing a large number of setae
(chitinous bristle) that provide traction against the substratum.
The epibentic sponge Suberites domuncula
houses a hermit crab Paguristes oculatus which carries the sponge over
the sandy substrate. This hermit is a rather sluggish filter feeder, and thus
less advantaged by its heavy load than an actively scavenging hermit would be.
Polychaeta
b.
Pelos (muddy soft substrate): Beach sand is fairly coarse and
porous, graining and losing water quickly, while the fine particles of mud hold
more water and replace it more slowly. Oxygen is not resupplied quickly, and
metabolic waste products are removed slowly or not at all, giving rise to
anoxic conditions that produces H2S (rotten egg-smell), which is the
main reason why pelos does not support an interstitial fauna.
As in psammon, the community of microscopic organisms of the
pelos live on (epi-) or in (endo-) the muddy or soft substrate. Some buried bivalves
that live below the oxygen level in the anoxic zone of the pelos use their
siphons to obtain food and oxygen from the water at the muddy surface.
Quite a substantial amount of the scanned psammon, consists
of shells from mussels and other snails that share a common lethal feature;
certain herbivorous gastropods use the radula as a drill to penetrate the
shells of their victims before softening and feeding upon the inner tissues
with secretions from a gland on the foot or the proboscis.
Annelids not only exist on/in sandy bottoms,
but have also conquered the muddy substrates. Chaetopteridae feed by filtering
water through a mucous bag. These species live in a large U-shaped tube
composed of a parchment-like material. Three piston-like parapodia propel water
through the tube. At the rear end of the bag, the food-laden mucus is
constantly rolled into a pellet, and when this reaches a certain size the fans
stop beating and the pellet is carried forward by the cilia to the mouth.
The endofauna groups all organisms that spend most of
their lives in the substrate, digging and burrowing.
Ophiurea (brittle stars) like that of sea
stars are composed of long slender arms and a central disc. The arms are nearly
filled by a series of large vertebral ossicles, with each vertebra covered by
flattened shields. The articulation of the arm ossicles and their musculature
give the arms great mobility. Brittle stars move by flexing and pushing with
their arms rather than by means of the podia. Arms can be broken off at any
point if seized by a predator (autotomy). In the Mediterranean, Ophiurea live
in burrows on muddy bottoms. Being deposit feeders, they bury themselves into
the pelos. To ensure its nutritional requirement, they just stretch the arms
through the substrate into the open water to grasps potential prey.
Along rocky shores of the sublittoral live some rock-boring bivalves
of the species Rocellaria (=Gastrochaena) dubia and Lithophaga
lithophaga. Both corrode calcareous stones, by drilling a smooth whole into
the rock. Upon successful settlement onto a suitable site as a veliger larvae,
they reside permanently in that substrate. Caving itself is mediated by acidic
secretion which is both time-consuming and a strenous task for these organisms.
As filter feeders, they have to make sure that their in- and
exhaling siphons are stretched out into the open water. Getting hold of L.lithophaga
involves the fragmentation of the rock itself; unfortunately excessive harvest
in certain areas brought this species close to extinction. Being a slow growing
species (an adult of the size of 60-70mm is roughly 60-70 years old) it should
not be collected anymore for at least the next 20 years.
After death of these borers and under natural circumstances,
natural succession enables secondary users, mainly mesofauna, to take advantage
of the premade shelter.
Lithophaga lithophaga
Contoh
lain dari infauna adalah Mitra cookii, Thais kieneri, Natica onea, Pirene testudinaria, dan Cyprea carneola.
Selain itu tumbuhan yang hidup di
substrat berlumpur seperti diatom, yang hidup di lapisan permukaan lumpur dan
biasanya menghasilkan warna kecoklatan pada permukaan lumpur pada saat terjadi
pasang-turun. Tumbuhan lain termasuk makroalga, Glacilaria, Ulva, dan Enteromorpha. Pada daerah lain, khusus
pada pasut terendah hidup berbagai rumput laut, seperti Zostera.
Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adaptasi Bentos pada
substrat berlumpur sebagai berikut:
a. Merupakan deposit feeder.
b. Merupakan epifauna atau endofauna
(infauna).
c. Punya semacam siphon yang berfungsi
untuk menangkap makanan dan oksigen ke air dari permukaan lumpur.
d. Punya cangkang.
e. Punya kemampuan menggali dan membuat
liang.
DAFTAR PUSTAKA
Rovigno, 2010. Benthos. http://www.sbg.ac.at/ipk/avstudio/pierofun/rovigno/rovigno2.htm. diakses pada hari Minggu, pukul
14.00 WITA.
Rustam, 2001. Perencanaan Pengelolaan Kawasan Estuaria
secara Terpadu dan Berkelanjutan.
Diakses pada hari Minggu, pukul 14.00 WITA.
Darojah, Y., 2010. Keanekaragaman
Jenis Makrozoobentos di Ekosistem Perairan Rawapening, Kabupaten Semarang. Diakses
pada hari Minggu, pukul 14.00 WITA.
I.T. Webster, P.W. Ford, B. Robson,
N. Margvelashvili, J. Parslow. 2003. Conceptual models of the hydrodynamics,
fine sediment dynamics, biogeochemistry and primary production in the Fitzroy
Estuary. Draft Final Report For Coastal CRC Project CM-2 October 2003. CSIRO
Land and Water GPO Box 1666, Canberra 2601.
Johannessen, J.W., MacLennan, A.,
and McBride, A, 2005. Inventory and Assessment of Current and Historic Beach
Feeding Sources/Erosion and Accretion Areas for the Marine Shorelines of Water
Resource Inventory Areas 8 & 9, Prepared by Coastal Geologic Services,
Prepared for King County Department of Natural Resources and Parks, Seattle,
WA.
Kadi, Achmad dan Wanda S. A. 1988.
Rumput Laut (algae): Jenis, Reproduksi,Budidaya, dan Pasca Panen. Seri Sumber
Daya Alam 141.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanografi.
Nybakken. James W. 1982. Marine Biology : an ecological approach (terjemahan). PT. Gramedia, Jakarta.
Nybakken. James W. 1982. Marine Biology : an ecological approach (terjemahan). PT. Gramedia, Jakarta.
Zedler,J.B. 1980. Algal mat
productivity: Comparisons in a salt marsh. Estuaries 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar