Jumat, 27 Februari 2015

APLIKASI TEKNOLOGI INFORMASI GEOSPASIAL DI EKOSISTEM MANGROVE

1.      PENDAHULUAN
Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu (UU RI No.4 Thn 2011 tentang Informasi Geospasial). Teknologi informasi geospasial digunakan pada berbagai bidang dan diterapkan pada beberapa lokasi. Salah satunya adalah pada ekosistem mangrove.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang dipenuhi suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1992). Daerah ini sangat rentan karena over eksploitasi, konversi berlebihan, kegagalan rehabilitasi, dan lain-lain. Teknologi informasi geospasial digunakan untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove baik luas tutupan lahan, memonitoring, dan lain-lain.
  
1.      JENIS SATELIT YANG DIGUNAKAN
Ada beberapa satelit yang dapat digunakan pada ekosistem mangrove ini baik untuk mengetahui luas tutupan lahan, memonitoring, dan lain-lain. Satelit-satelit ini juga memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.

1.1  IKONOS dan QuickBird
Wang, dkk pada tahun 2004 memetakan distribusi spesies mangrove dengan menggunakan IKONOS dan QuickBird di pantai Karibia Panama. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa statistik spektral Band, melihat sub-gambar masing-masing varians dan nilai entropi.


Tabel 1. Resolusi spectral dan spasial IKONOS dan QuickBird
Tabel 2. Perbandingan hasil klasifikasi dengan dimasukkannya tekstur urutan pertama
Tabel 3. Perbandingan hasil klasifikasi dengan dimasukkannya tekstur urutan kedua
QuickBird memiliki resolusi spasial lebih tinggi yaitu 0,7 m daripada IKONOS yang memiliki resolusi spasial hanya 1 m. Resolusi spasial QuickBird dengan menggunakan band pankromatik adalah 2,8 m sedangkan resolusi spasial IKONOS dengan menggunakan band multispektral adalah 4 m. Citra IKONOS empat kali lebih mahal daripada citra QuickBird. Hasil penelitian menunjukkan citra IKONOS sedikit lebih baik daripada QuickBird dalam menyajikan informasi spasial untuk klasifikasi mangrove. Dari segi resolusi spasial, QuickBird lebih bagus daripada IKONOS. IKONOS dan QuickBird sama-sama menjanjikan dalam mengklasifikasikan jenis mangrove (Wang, dkk., 2004).

1.1  Landsat ETM+
Estimasi biomassa dan kerapatan vegetasi mangrove dapat diketahui dengan menggunakan satelit ETM+. Forestian telah melakukan penelitian ini pada tahun 2010.
Gambar 1. Sebaran mangrove citra tahun 2001 dan tahun 2010 (Forestian, 2010).
Tabel 4. Luas penutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2001 dan 2010.
Kelas
Tahun 2001
Tahun 2010
Piksel
Ha
%
Piksel
Ha
%
Laut 1
0
0
0,00
473
42,57
0,31
Laut 2
5.696
512,64
3,75
4,571
411,39
3,01
Mangrove
9.136
822,24
6,01
6.008
540,72
3,95
T. Terbuka
9.680
871,2
6,37
8.750
787,5
5,75
Padi 1
5.456
491,04
3,59
9.966
896,94
6,55
Kebun
11.259
1.013,31
7,40
10.997
989,73
7,23
Padi 2
2.344
210,96
1,54
20.712
1.864,08
13,62
Tambak
100.902
9.081,18
66,35
70.152
6.313,68
46,13
Sungai
7.596
683,64
5,00
20.440
1.839,6
13,44
Jumlah
152.069
13.686,21
100,00
152.069
13.686,21
100,0

Gambar 2. Peta kelas penutupan lahan tahun 2001 dan 2010 (Forestian, 2010).

Luas mangrove di Muara Gembong pada tahun 2001 seluas 540,72 ha sedangkan pada tahun 2010 menjadi seluas 822,24 ha. Potensi biomassanya sebesar 46,7 ton/ha pada tahun 2001 dan bertambah menjadi 53,49 ton/ha pada tahun 2010. Kerapatan mangrove pada tahun 2001 sebesar 55,78% pada tahun 2010 terdeteksi sebesar 8,43%.

2.3  Satelit TM (Thematic Mapper) dan MSS (Multispectral Scanner)
Satelit TM digunakan salah satunya untuk mengetahui luas tutupan mangrove. Wang, dkk telah melakukan penelitian pada tahun 2003 mengenai luas penutupan manrove di Tanzania. Pada tahun 1988-1990 digunakan Landsat TM dan di atas tahun 2000 digunakan Landsat ETM+.
Gambar 3. Peningkatan luas mangrove (Wang, dkk., 2003)
Satelit MSS juga digunakan untuk mengetahui luas tutupan mangrove. Howari, dkk telah melakukan penelitian mengenai luas tutupan mangrove pada tahun 2009 sekitar barat laut Uni Emirat Arab.

2        KESIMPULAN
Beberapa satelit dapat digunakan pada ekosistem mangrove, baik untuk mengetahui luas tutupannya, biomassa, kerapatan, monitoring, dan lain-lain. Satelit yang sapat digunakan pada ekosistem mangrove diantaranya IKONOS, QuickBird, Landsat ETM+, Landsat TM, dan Landsat MSS.


DAFTAR PUSTAKA
Forestian, O. (2010). Estimasi Biomassa dan Kerapatan Vegetasi Mangrove Menggunakan Data Landsat ETM+. [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nybakken. J. W. (1992). Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Pt. Gramedia. Jakarta.

Howari, F.M., Jordan, B.R., Bouhouche, N., dan Wyllie-Echeverria, S. (2009). Field and remote-sensing assessment of mangrove forests and seagrass beds in the northwestern part of the United Arab Emirates. Journal of Coastal Research, 25(1), 48–56.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial

Wanga, Le, Wayne P. Sousa, Peng Gong, Gregory S. Biging. (2004). Comparison of IKONOS and QuickBird images for mapping mangrove species on the Caribbean coast of Panama. Remote Sensing of Environment 91 : 432–440.

Wang, Y., G. Bonynge, Jarunee, N., Michael, T., Amani, N., James, T., Lynne, H., Robert, B., Vedast, M. (2003). Remote Sensing of Mangrove Change Along the Tanzania Coast. Marine Geodesy 26 1 : 35 — 48.





Rabu, 31 Juli 2013

HUTAN TROPIKA BASAH


Latar Belakang
           Hutan merupakan salah satu bagian dari lingkungan hidup kita. Tidak dapat dipungkiri kalau sekarang keberadaannya sangat terancam dari tangan-tangan manusia yang nakal dan serakah. Tipe-tipe hutan ada bermacam-macam di dunia. Ada hutan yang berdasarkan letaknya, ada yang berdasarkan ketinggian, dan ada pula yang dikatakan hutan buatan dan hutan alami.
            Jadi, berbicara tentang hutan tidak aka nada habisnya. Ada banyak jenis atau tipe-tipe hutan. Dalam hutan ada beraneka ragam jenis tumbuhan bahkan jenis hewan yang menghuni hutan. Hutan meerupakan habitat beraneka ragam makhluk hidup.
Dalam hutan ada beraneka ragam jenis tumbuhan. Salah satunya adalah jenis tanaman pemanjat. Tanaman ini lebih dikenal dengan sebutan “liana”. Tanaman yang termasuk liana, salah satunya adalah rotan. Tanaman ini banyak dimanfaat di Indonesia khususnya dalam pembuatan kerajinan tangan. Dari uraian paragraph di atas dijelaskan salah satu jenis tumbuhan penghuni hutan. Dengan demikian dapat tergambarkan bahwa betapa hutan sangat kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan.
Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk menjelaskan mengenai seperti apakah itu hutan tropika basah, cirri-cirinya, jenis-jenis tumbuhan utama penyusun vegetasi hutan tropika basah, beserta gambarnya.

Tujuan
            Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai hutan tropika basah, cirri-ciri, jenis tumbuhan penyusun vegetasi hutan tropika basah beserta gambarnya.

Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.
Tipe-Tipe Vegetasi Daerah Tropika & Daerah yang Berdekatan menurut Nicholas Pollunin adalah sebagai berikut:
  Hutan Tropika Basah
  Hutan Tropika dgn Irama Musiman
  Sabana & lahan rumput lain di daerah tropika & subtropika
  Semak kerdil setengah gurun
  Gurun tropika & Subtropika
  Hutan bakau (Mangrove) vegetasi lain di tepi pantai
  Komunitas edafik & komunitas seral lainnya

Ciri-ciri Hutan Tropika Basah menurut Nicholas Pollunin adalah sebagai berikut:
  Berada di daerah khatulistiwa
  Paling lebat di antara tipe vegetasi lainnya
  Suhu rata-rata tahunannya 25-26o C
  Terdapat 1 atau 2 musim kering yg lamanya tidak melebihi 3 bulan
  Curah hujannya 200-400 cm tiap tahun
  Kelembaban nisbinya >80%
  Dan lain-lain
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai hutan hujan tropis adalah bioma berupa hutan yang selalu basah atau lembab, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa. Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko dan Kepulauan Pasifik. Dalam peristilahan bahasa Inggris, formasi hutan ini dikenal sebagai lowland equatorial evergreen rainforest, tropical lowland evergreen rainforest, atau secara ringkas disebut tropical rainforest.
Hutan hujan tropika merupakan vegetasi yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai sumberdaya lahan (tanah, air, cahaya matahari) yang dimilikinya. Hutan dataran rendah ini didominasi oleh pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya tinggi tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan rata-rata hutan lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk atas di hutan ini:
  • Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap tajuk (kanopi hutan) sehingga dikenal sebagai “sembulan” (emergent). Sembulan ini bisa sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan lingkar batang hingga 4,5 m.
  • Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara 24–36 m.
  • Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan.
Tumbuhan utama penyusun vegetasi menurut Nicholas Pollunin:
1.      Pohon-pohon hutan

Pohon-pohon ini merupakan komponen struktural utama, kadang-kadang untuk mudahnya dinamakan atap atau tajuk (canopy). Kanopi ini terdiri dari tiga tingkatan, dan masing-masing tingkatan ditandai dengan jenis pohon yang berbeda. Tingkatan A merupakan tingakatan tumbuhan yang menjulang tinggi, dengan ketinggian lebih dari 30 meter. Pohon-pohonnya dicirikan dengan jarak antar pohon yang agak berjauhan dan jarang merupakan suatu lapisan kanopi yang bersambung. Tingkatan B merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 15-30 meter. Kanopi pada tingkatan ini merupakan tajuk-tajuk pohon yang bersifat kontinu (bersambung) dan membentuk sebuah massa yang dapat disebut sebagai sebuah atap (kanopi). Sedangkan tingkatan C merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 5-15 meter. Tingkatan ini dicirikan dengan bentuk pohon yang kecil dan langsing, serta memiliki tajuk yang sempit meruncing. Tingkatan-tingkatan kanopi hutan hujan tropis sebenarnya sukar sekali dtentukan secara pasti. Hal ini disebabkan oleh ketinggian pohon yang tidak seragam seperti telah disebutkan dalam pembagian tingkatan di atas. Pengamatan tingkatan kanopi di atas hanyalah bersifat causal saja.
Daun-daun pohon biasanya berukuran sedang, memiliki luas antara 2.000-18.000 mm2. Daun-daun itu biasanya tunggal dan kaku seperti belulang, berwarna hijau tua dengan permukaan yang mengkilap. Jadi daun-daun itu tergolong dalam daun Laurus atau tipe sklerofil besar. Kebanyakan daun-daun itu terbentang memanjang, bangun lanset sampai bangun jorong, kadang-kadang dengan ujung memanjang seperti ekor yang disebut ujung penetes. Kebanyakan hutan hujan tropis memiliki perdaunan meluas dan kontinu mulai dari terna di tanah sampai ke puncak pohon-pohon yang paling dominan. Perdaunan ini bahkan dapat menutup batang-batang pohon dominan yang besar, hingga tertutup sama sekali.
Pemandangan lainnya adalah tajuk pohon yang sedemikian rapatnya, menyebabkan sinar matahari sukar tembus hingga ke dasar tanah. Dampaknya adalah hanya sedikit saja perkembangan vegetasi bawah (undergrowth) dan tumbuhan penutup tanah, sehingga batang-batang pokok pohon-pohon tampak menonjol dalam keremangan cahaya sebagai tiang-tiang raksasa.

2.      Terna
Pada bagian hutan yang kanopinya tidak begitu rapat, memungkinkan sinar matahari dapat tembus hingga ke lantai hutan. Pada bagian ini banyak tumbuh dan berkembang vegetasi tanah yang berwarna hijau yang tidak bergantung pada bantuan dari luar. Tumbuhan yang demikian hidup dalah iklim yang lembab dan cenderung bersifat terna seperti paku-pakuan dan paku lumut (Selagenella spp.) dengan bagian dindingnya sebagian besar terdiri dari tumbuhan berkayu. Terna dapat membentuk lapisan tersendiri, yaitu lapisan semak-semak (D), terdiri dari tumbuhan berkayu agak tinggi. Lapisan kedua yaitu semai-semai pohon (E) yang dapat mencapai ketinggian 2 meter.
Lapisan semak-semak sering mencakup beberapa terna besar seperti Scitamineae (pisang, jahe, dll.) yang tingginya dapat melebihi 5 meter. Meskipun kondisi iklim mikronya panas dan lembab, namun perkembangan terna dalam wilayah hutan hujan tropis kurang baik. Hal ini disebabkan kurangnya pencahayaan matahari untuk membantu proses fotosintesisnya. Persebaran terna yang baik terdapat pada wilayah terbuka dengan air yang cukup melimpah atau pada tebing-tebing terjal, dimana sinar matahari leluasa mencapai lantai hutan.

Coffea canephora -  Rubiaceae
           

                                                                   Pteridophyta
Melastomataceae
                

                                                        Marantaceae
Cyperaceae
3.      Tumbuhan pemanjat atau pembelit yang biasa dikenal dengan nama liana. Liana adalah suatu habitus tumbuhan. Suatu tumbuhan dikatakan liana apabila dalam pertumbuhannya memerlukan kaitan atau objek lain agar ia dapat bersaing mendapatkan cahaya matahari. Liana dapat pula dikatakan tumbuhan yang merambat, memanjat, atau menggantung. Berbeda dengan epifit yang mampu sepenuhnya tumbuh lepas dari tanah, akar liana berada di tanah atau paling tidak memerlukan tanah sebagai sumber haranya.
Tumbuhan memanjat ini paling banyak ditemukan di hutan-hutan tropika. Contohnya adalah jenis-jenis rotan, anggur, serta beberapa Cucurbitaceae (suku labu-labuan). Liana biasanya bukan parasit namun ia dapat melemahkan tumbuhan lain yang menjadi penyangganya dan berkompetisi terhadap cahaya.
Di hutan-hutan lebat yang dipenuhi liana, hewan-hewan arboreal (hidup di pohon) dapat dengan leluasa berpindah dari satu pohon ke pohon lain melalui liana atau dengan bergelantungan pada batang liana. Berbagai kera, seperti siamang dan owa, dikenal sebagai penjelajah pohon yang ulung melalui liana.

Tumbuhan ini bergantung dan menunjang pada tumbuhan utama dan memberikan hiasan utama pada hutan hujan tropis. Tumbuhan ini dapat berbentuk tipis seperti kawat atau berbentuk besar sebesar paha orang dewasa. Sering pula tumbuhan ini tumbuh di percabangan pohon-pohon besar. Beberapa diantaranya dapat mencapai panjang sampai 200 meter.

4.      Epifita. Tumbuhan ini tumbuh melekat pada batang, cabang, dan bahkan pada daun-daun pohon, semak, dan liana. Epifita dalam hutan tropika basah dapat dibedakan dalam tiga tipe yaitu:
a.       Epifita yang bersifat ekstrem xerofil, hidup pada bagian paling ujung cabang-cabang dan ranting-ranting pohon yang lebih besar (inangnya) misalnya pada beberapa anggota dari Bromeliaceae seperti gambar di bawah ini:
Bromeliaceae
b.      Epifita matahari, biasanya bersifat xeromorfik dan terutama terdapat di bagian tengah tajuk inangnya dan sepanjang dahan-dahannya yang lebih besar pada pohon-pohon penyusun tiga tingkat teratas dan biasanya merupakan yang terkaya di antara sinusia (“synusia”) epifitik baik dari segi jenis maupun poppulasinya. Seperti lumut:
Lumut
c.       Epifita naungan, terutama ditemukan pada batang dan dahan-dahan pohon. Misalnya paku-pakuan:

5.      Pencekik pohon, tumbuhan ini memulai kehidupannya sebagai epifita kemudian mengirimkan akar-akar turun ke tanah menjadi tidak atau hamper tidak bergantung lagi pada suatu inang dan sering membunuh pohon yang semula membantunya (menjadi inangnya). Yang paling banyak dikenal dan melimpah jumlahnya, baik dalam jenis maupun populasinya, adalah terutama Ficus spp.
Ficus spp.
Jenis-jenis Clusia yang membentuk tajuk yang besar, tetapi jarang membunuh inangnya, seringnmerupakan tumbuhan pencekik yang paling banyak ditemukan dalam hutan tropika basah di Amerika Selatan. Selain itu contohnya pada pohon Ara sebagai tanaman pencekik.


Ara/ Kiara beringin pencekik (strangling fig) yang mengawali hidup sebagai parasit (hidup menumpang dari) pohon lain, kemudian setelah besar mematikan pohon inangnya dengan cara mencekik.

Kehidupan beringin pencekik ini berawal dari biji yang dibawa oleh monyet atau burung, biji tersebut kemudian terjatuh dan menyangkut di tajuk sebuah pohon. Setelah bersemai, kemudian menjadi parasit yang menempel di cabang pohon. Sebagai parasit, awalnya beringin kecil ini, memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya dari mengisap zat hara dari pohon inangnya. Setelah akarnya tertancap kuat pada inangnya, beringin secara perlahan mulai membangun kekuatan, akar-akar sulurnya tumbuh kebawah dengan merambat dan membelit pohon inangnya, untuk mendapatkan asupan makanan secara langsung dari tanah hutan. Seiring dengan perjalanan waktu, ukuran akar beringinpun semakin besar dan daya cekiknya juga semakin kuat.
Kematian pohon inang biasanya disebabkan oleh:
·         belitan akar-akar beringin;
·         terampasnya aliran sumber makanan oleh akar-akar beringin;
·         ternaunginya tajuk pohon inang oleh kerimbunan tajuk beringin.

6.      Saprofita. Tumbuhan ini mendapatkan zat hara dari bahan organic yang mati bersama dengan parasit-parasit merupakan komponen heterotrof yang tidak berwarna hijau di hutan tropika basah.
Seperti dalam lahan hutan di daerah iklim sedang, mayoritas yang besar terdiri dari cendawan atau jamur (Fungi) dan bakteri (Bacteria) yang membantu terjadinya penguraian organic terutama dekat permukaan tanah. Namun demikian, di samping ada beberapa jenis tumbuhan berbunga yang menyertainya seperti jenis-jenis anggrek tertentu dan warga suku Burmanniaceae, dan Gentianaceae, serta Triuridaceae dan Balanophoraceae yang hanya mengandung sedikit klorofil atau sama sekali tidak dan hidup dengan cara saprofitik.
          



Burmanniaceae
7.      Parasit. Selain Fungi (cendawan) dan Bacteria (bakteri), dari parasit-parasit yang terdapat dalam hutan tropika basah terdapat dua sinusia yang penting yaitu:
a.       Parasit akar, yang tumbuh di atas tanah seperti Rafflesia arnoldi.
Rafflesia arnoldi
b.      Setengah parasit (hemiparasit) yang tumbuh seperti epifita di atas pohon. Contohnya Viscum cruciatum.
Viscum cruciatum

Kesimpulan
            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hutan tropika basah ada beberapa tipe tumbuhan utama penyusun vegetasi hutan tropika basah menurut Nicholas Pollunin yaitu pohon-pohon hutan, terna, tumbuhan pemanjat, epifita, tanaman pencekik pohon, saprofita, dan parasit.

DAFTAR PUSTAKA
Pollunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta.
Wikipedia, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/ Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010.
Corida, 2008. Hutan Hujan Tropis. http://geocorida.blogspot.com/2008/01/hutan-hujan-tropis.html. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2010.